Tulisan ini kubuat di sela wangi pagi, di sebuah rumah di pusat kota Brebes.
Setelah beberapa jam terjebak bersama kedua sahabatku, di tengah hiruk pikuk kendaraan di jalan (yang seharusnya) bebas hambatan.
Satu pesan yang berisikan kekhawatiran gamblang ibuku menyelisip masuk dalam pikiran.
Tidak mungkin bisa diabaikan.
Dosaku ada tiga, hingga detik ini.
Pertama, agaknya memiliki sahabat yang berbeda agama membuat ibuku berpikir ulang mengenai cara beliau mendidik anak gadisnya. Terlebih karena keduanya berbeda jenis kelamin, walau mereka bersikukuh bahwa aku telah gagal dengan sukses untuk bisa disebut seorang wanita
(terima kasih ).
Kedua, keputusanku untuk mempercayai mereka hingga membawaku ke kota ini.
Ketiga, kondisiku yang hingga saat ini masih sendiri tanpa "muhrim".
Aaahhh.. Di saat pembicaraan panjang lebar mengenai teologi mengalir tanpa henti di sela perjalanan. Mempertanyakan toleransi, filosofi keagamaan, hingga kesetaraan gender.
Setelah beberapa jam terjebak bersama kedua sahabatku, di tengah hiruk pikuk kendaraan di jalan (yang seharusnya) bebas hambatan.
Satu pesan yang berisikan kekhawatiran gamblang ibuku menyelisip masuk dalam pikiran.
Tidak mungkin bisa diabaikan.
Dosaku ada tiga, hingga detik ini.
Pertama, agaknya memiliki sahabat yang berbeda agama membuat ibuku berpikir ulang mengenai cara beliau mendidik anak gadisnya. Terlebih karena keduanya berbeda jenis kelamin, walau mereka bersikukuh bahwa aku telah gagal dengan sukses untuk bisa disebut seorang wanita
(terima kasih ).
Kedua, keputusanku untuk mempercayai mereka hingga membawaku ke kota ini.
Ketiga, kondisiku yang hingga saat ini masih sendiri tanpa "muhrim".
Aaahhh.. Di saat pembicaraan panjang lebar mengenai teologi mengalir tanpa henti di sela perjalanan. Mempertanyakan toleransi, filosofi keagamaan, hingga kesetaraan gender.
Sedari waktu aku bertatap muka dengan kedua sahabatku, hingga mungkin beberapa jam ke depan, mereka masih akan menguliahiku dengan ajaran bahwa wanita itu harus bisa (dan mau) mengerjakan pekerjaan rumah.
Seperti ibu tiri yang menginginkan rumahnya bersih tanpa noda.
Oh jangan salah paham, tentunya aku tidak pernah beranggapan bahwa saran mereka menyesatkan.
Sungguh jika ingin kukatakan terus terang, mereka lebih mencemaskan masa depanku sebagai seorang istri (versi konservatif) daripada ibuku sendiri.
Seperti ibu tiri yang menginginkan rumahnya bersih tanpa noda.
Oh jangan salah paham, tentunya aku tidak pernah beranggapan bahwa saran mereka menyesatkan.
Sungguh jika ingin kukatakan terus terang, mereka lebih mencemaskan masa depanku sebagai seorang istri (versi konservatif) daripada ibuku sendiri.
Emansipasi wanita telah melenceng jauh dari seharusnya, menurut kedua sahabatku.
Entah kenapa emansipasi itu menjadi salah satu pembenaran wanita yang malas mengerjakan pekerjaan rumah, dan memilih untuk bekerja (setelahnya bolos bebersih dengan alasan lelah).
Seperti yang selalu kulakukan.
Sungguh kebawelan mereka itu telah mencapai tingkat yang baru di sepagian ini.
Entah kenapa emansipasi itu menjadi salah satu pembenaran wanita yang malas mengerjakan pekerjaan rumah, dan memilih untuk bekerja (setelahnya bolos bebersih dengan alasan lelah).
Seperti yang selalu kulakukan.
Sungguh kebawelan mereka itu telah mencapai tingkat yang baru di sepagian ini.
Di satu titik dalam hidupku, terasa sekali bahwa kesetaraan gender yang dielukan oleh pejuang hak asasi wanita akan diterapkan 100% adalah sesuatu yg mustahil.
Ada perbedaan mendasar mengenai nilai yang menyertai gender manusia.
Ada kutukan yang berbeda untuk pria dan wanita, dan kutukan itu tidak akan pernah sama.
Negeriku, punya caranya sendiri untuk mengutuk anak-anaknya.
Yang wanita dikutuk dengan doktrinasi macam "wanita harus tunduk pada suaminya", dan yang hingga berusia 30-an belum bersuami juga, akan ditatap disertai bisikan yang merendahkan.
Nilai wanita di negeriku masih ditentukan oleh suaminya.
Percuma bila dia menjadi seorang pemimpin suatu perusahaan ternama, namun tanpa suami.
Bisikan menjatuhkan dan merendahkan akan selalu ia terima tanpa peduli prestasi yang ia dapat.
Kesuksesan seorang wanita di negeriku (masih) ditentukan oleh kemampuannya membina keluarga.
Yang pria dikutuk dengan menafkahi istrinya, menjadi pria dewasa dengan berbagai tanggung jawab yang membebani bahunya.
... Di titik ini aku hanya ingin lari dan bertualang keliling dunia.
(menambah alasan untuk tidak beberes rumah).
Kenapa aku harus menjadi seorang wanita? Bila "takdir" lah jawabannya, bukankah itu artinya aku telah ditakdirkan menjadi seorang wanita yang dikungkung oleh nilai tradisional suatu negara?
Bukankah itu artinya, jauh sebelum aku dilahirkan, telah ditentukan untukku segala tanggung jawab dan keistimewaan yang mengikuti kewanitaanku?
Tidak bolehkah aku mengubah tanggung jawab itu?
Bagaimana jika aku yang akan menafkahi keluarga kecilku kelak?
Apakah itu berarti aku telah menodai kodratku sebagai seorang wanita?
(menambah alasan untuk tidak beberes rumah).
Kenapa aku harus menjadi seorang wanita? Bila "takdir" lah jawabannya, bukankah itu artinya aku telah ditakdirkan menjadi seorang wanita yang dikungkung oleh nilai tradisional suatu negara?
Bukankah itu artinya, jauh sebelum aku dilahirkan, telah ditentukan untukku segala tanggung jawab dan keistimewaan yang mengikuti kewanitaanku?
Tidak bolehkah aku mengubah tanggung jawab itu?
Bagaimana jika aku yang akan menafkahi keluarga kecilku kelak?
Apakah itu berarti aku telah menodai kodratku sebagai seorang wanita?
Memangnya siapa sih yang mewajibkan seorang wanita untuk membersihkan rumah setiap hari?
... Dan kemudian kedua sahabatku itu menjawab dengan sangat menyebalkan.
"Kan kebersihan sebagian dari iman."
Baiklah, kuakui kalimat ini benar adanya, walau hingga saat ini belumlah kutemukan ayat Al Quran yang mendasarinya.
Hanya saja, kalimat itu tidak terbatas hanya pada wanita.
#ngeles
Bisa saja aku menyewa tenaga profesional untuk membersihkan rumah kan?
"Kan kebersihan sebagian dari iman."
Baiklah, kuakui kalimat ini benar adanya, walau hingga saat ini belumlah kutemukan ayat Al Quran yang mendasarinya.
Hanya saja, kalimat itu tidak terbatas hanya pada wanita.
#ngeles
Bisa saja aku menyewa tenaga profesional untuk membersihkan rumah kan?
Dan di sini naluri kewanitaanku berbicara.
Kelak, akan ada masa dimana aku akan dengan ikhlas membersihkan rumah, memasak sarapan, menyiapkan bekal untuk keluargaku, dan hal-hal romantis yang hanya bisa dilakukan seorang istri.
Kelak, akan ada masa dimana aku akan dengan ikhlas membersihkan rumah, memasak sarapan, menyiapkan bekal untuk keluargaku, dan hal-hal romantis yang hanya bisa dilakukan seorang istri.
Kelak.
Semoga.
Mungkin, sepertinya...
Aamiin.
See you on my next post~
0 Comment:
Post a Comment