Saturday, 9 April 2011

"Tanda Tanya"



Pas diajak teman nonton film ini, tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan. Selain karena percaya pada penilaian sang teman, saat itu yang terfikir cuma refreshing. Lebih lagi pas tau kalo film ini (lagi-lagi) ada "issue"nya.. "Sebelum ditarik dari peredaran." Kata sang teman.
Nggak ngerti apa yang bikin film Indonesia tu gampang banget memancing perhatian dari khalayak.
Kalo diliat dari sisi yang laen, brarti sebenernya masyarakat Indonesia tu cukup perhatian sama hasil karya anak bangsa. Biarpun mungkin cara penyampaian dan sasarannya rada kontroversial.
Yah, mungkin justru karena sasarannya terkenal itu, makanya isu-isunya bisa ikut terkenal juga..
Akibatnya yang protes juga jadi terkenal.
Banyak yang bilang juga kalo ini adalah salah satu cara untuk mempublikasikan filmnya.
Padahal menurutku sih, kalo emang filmnya bagus, nggak perlu publikasi aneh-aneh juga pasti udah terpublikasi sendiri.
Dan setelah aku menonton filmnya, kurasa film ini layak tonton banget kok.
Mengesampingkan masalah yang mengiringi publikasi filmnya, tentu.
Film ini memang mengangkat isu yang rada sensitif, agama.
Ceritanya berkisar pada beberapa tokoh utama. Dengan satu masalah yang sama.
Masalah keyakinan.


Sebelum menonton film ini, aku sempat meyakini bahwa Jawa adalah daerah yang memiliki toleransi tinggi terhadap umat beragama.
Oke, setidaknya di Jogja.
Nggak pernah aku menemui ada salah satu teman yang tidak menghargai agama teman lainnya.
Belum lagi aku bersahabat dengan 3 orang yang beda keyakinan.
Dan kurasa kami cukup akur dalam semesta agama.
Berbeda dengan kami, tokoh dalam film ini punya pikiran yang berbeda.
Agama adalah sesuatu yang sakral dimana orang dengan keyakinan lain tidak boleh menyentuh dan mengutak-utiknya.
Boleh juga dibilang, dalam film ini permasalahan dasarnya adalah cinta.
yang kepentok sama agama.
apakah kalo agamanya beda kita nggak bisa saling mencintai?
cinta terhadap keluarga, teman, sahabat, pacar, bahkan musuh?
mungkin itu yang sebenarnya ingin diangkat oleh sang pembuat film.
mungkin itu yang sebenarnya ingin dikritik oleh sang produser.
mencintai erat kaitannya dengan menghormati.
Makanya ketika kita mencintai seseorang, sebisa mungkin kita akan menghormati orang tersebut.
Mau agamanya, keyakinannya, perasaannya, pendapatnya.
Dengan definisi cinta yang lebih spesifik, logika tersebut memang kadang nggak berlaku.
Karena cinta terhadap seseorang yang istimewa terkadang melibatkan ego.
melibatkan emosi.
disitulah konflik yang disorot dalam film ini.
Apa yang akan terjadi ketika toleransi beragama itu terkabut oleh cinta?
yang ada adalah pembenaran apa yang seseorang lakukan karena mereka mengatasnamakan cinta.
karena mengatasnamakan agama.
Yang jadi kontroversi dalam film ini adalah sifat salah seorang tokohnya yang dianggap mencemarkan nama suatu organisasi.
Itulah manusia, menurutku.
Manusia itu bukan hanya kumpulan sesuatu yang baik.
tapi juga yang buruk.
hanya saja terkadang manusia tidak mau menerima sisi buruknya, menolak dan kemudian menguncinya dalam hati.
tidak mengakui bahwa ia bukan orang yang baik.
dan itulah yang kemudian dikeluarkan oleh Hanung.
suatu sisi egois dan buruk manusia yang ternyata memang tidak diterima oleh masyarakat.
Nah, bukankah ia telah sukses?
karena telah berhasil membuat suatu film yang ditakuti oleh manusia lainnya, akan menyeret mereka untuk menerima keburukan.
Menerima ketidakbaikan dalam hati mereka sendiri.

Dalam film ini juga, karakteristik Hanung terlihat jelas.
Mungkin karena Hanung adalah seorang muslim, Islam dalam film ini adalah agama yang dominan.
Menuk (Revalina S. Temat), Soleh (Reza Rahadian), dan Surya (Agus Kuncoro) adalah muslim.
Rika (Endhita) dulunya adalah muslim, kemudian berpindah ke Katolik.
Di akhir cerita, Hendra atau juga Ping Hen (Rio Dewanto) diceritakan pindah menjadi muslim.

lengkapnya bisa dilihat di http://filmtandatanya.com/

Menonton film ini membuatku bersyukur memiliki teman dengan keyakinan yang berbeda. Kami belajar menghargai satu sama lain, menghormati cara beribadah dan keyakinan masing-masing, dan berteman tanpa menjadikan hal sakral tersebut sebuah halangan.
Indonesia adalah negara yang nyaman untuk hidup bertoleransi antar umat beragama.
Masyarakatnya tidak mencela agama lain dan menerima bahwa ada yang berbeda.
Sementara di luar sana agama malah dijadikan alasan untuk berperang.
Bukankah seharusnya kita bangga hidup di Indonesia?
This entry was posted in

0 Comment:

Post a Comment