Sunday, 10 April 2011

Kenapa Dinamakan "Garang Asem"



"Asem,, garang tenan iki sambele... Whuuuusaaaaaaaaahhhhh..."

Sekelumit kata diatas mungkin cukup representatif terhadap judul yang saya pajang..
Ndak percaya? liat aja gambarnya.. Tu kuah yang ada di gambar adalah perwujudan sambal satu cobek dikasih air berbumbu pedas..
Udah airnya pedes, isi utamanya ulekan cabe pula.. Behhhh...
Ada pelesetannya juga sih,,
"Kenapa Dinamakan Garang Asem?"

"Karena Dina lapar" juga bisa jadi jawaban judul di atas...
tapi yang ini bukan pelesetan, bukan sulap dan bukan sihir.
Pas aku dan ortuku mampir di warung garang asem yang terletak di kawasan Montong, Tuban, Jawa Timur ini,
ibuku langsung keselek dan bersin-bersin seketika setelah mencoba satu sendok kuahnya.
'Glek', aku menelan ludah..
gawat.. setelah makan ini masih idup nggak ya?
dengan berbekal kenekatan hati dan ayahku yang terlihat makan dengan nikmat,
kusendok kuahnya pelan-pelan..


'Haup'


Apa-apaan ini????
Pedeeeeeeeeeeeessssssssssss.....
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh,, tidaaaaaaaaakkkk... emaaaaaaakkk,, saya mau pulaaaaaaaaaanngggggg...!
huah, huh, hah, huh, hah, huh...
selama bermenit-menit aku berjuang menghabiskan semangkuk kecil 'garang asem' itu..

"Nggak pedes, mbak??" ibuku bertanya dengan tampang keheranan...
dalam hati, "Huaaaaaaa,, nggak pedes darimananyaaaa...?"

Tapi memang wajar ibuku bertanya begitu, karena aku makan seperti kuda kelaparan...
seperti kuda yang dipacu dari kerajaan Pasundan ke kerajaan Kutai selama berhari-hari.
Lantaran kuahnya emang enak, dan daging ayamnya juga maknyuss...
dan perutku berbunyi 'klontang-klontang',
makanya makanan itu lancar aja masuk ke tubuhku...
mana pedes banget pula..
dalam hati aku berfikir, lebih cepat kuselesaikan, lebih cepat aku mengakhiri siksaan ini...
detik-detik berlalu, berganti dengan menit..
menit-menit berlalu, berganti dengan jam..
ketika piring dan mangkuk telah kosong, makanan kami licin tandas,
aku segera menyambar sebungkus permen...
disitulah perjuangan sebenarnya dimulai...

"Gila, begitu berhenti kok malah makin pedes??"

aduh,, masih aja berjuang dengan 'hah,huh,hah,huh',
seperti kuda ngos-ngosan setelah dipacu dari Kerajaan Kutai ke Kerajaan Tarumanegara ala maraton bolak-balik 10 kali...
menunggu menit-menit berlalunya sensasi pedas itu dari mulutku..
fiuhh,, pas udah rada mendingan,, kami pun pulang..
ditengah perjalanan pulang, ayahku nyeletuk..
"Sambelnya dikurangin ya, kok kurang pedes?"



Uapuaaaaaaaaa..?????

"Kalo kurang pedes dikasi sandal jepit aja,, trus ditabokin ke orangnya.. ntar lak pedes..."

Yang paling mengerikan dari perjalanan kuliner ini adalah...
baru beberapa ratus meter berlalu dari warung Garang Asem itu..
ketika rasa pedas telah lama meninggalkan mulutku,,
aku berkata dalam hati..

"Jadi pengen makan lagi.."

0 Comment:

Post a Comment