Wednesday, 16 November 2011

Perubahan Manusia itu Seperti Kota

Kalo mo ngomong sok tahu, manusia selalu berubah.
Bertemu dengan orang baru, dia berubah.
Bertemu dengan masalah baru, dia berubah.
Bertemu dengan situasi baru, dia berubah.
Bahkan ada kalanya ketika dia berada dalam situasi yang monoton dan membosankan pun, manusia berubah.

Seperti kota, beberapa toko akan pergi dan datang kembali.
Warnet, burjo, angkringan, yang kalah akan persaingan akan hilang dan digantikan yang kuat.
Atau yang baru, yang mencoba untuk sukses.
Yang kerenan dikit, di Mall pun toko yang bertahan adalah toko yang bisa bertahan.
Yang banyak pembelinya, yang banyak peminat dan pelanggannya.
Ketika suatu toko kalah persaingan atau dia tidak bisa mempertahankan keadaannya,
toko itu akan tutup, bangkrut, pailit, atau memilih tempat baru.
Seperti manusia, perubahan akan datang silih berganti.
Yang baik, yang buruk, atau yang sama sekali baru.
terkadang kita akan menyesali perubahan yang buruk, seperti kita menyesali hilangnya toko yang kita sukai.
tapi terkadang pula kita akan begitu bahagia akan datangnya toko baru yang kita sukai, seperti halnya kita menyukai perubahan baik dalam diri kita.
Atau ada pula toko yang tidak kita pedulikan keberadaannya, seperti perubahan-perubahan kecil dalam diri kita yang sering tidak kita sadari.

Ketika kita pernah menyakiti orang lain dan menyesali hal itu, tanpa sadar kita akan lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain.
Lihat? Kita berubah. 
Manusia berubah.
Seperti halnya kota, yang penuh dengan kehidupan dan hiruk pikuknya.

Berawal dari keisenganku baca tulisan blog yang lama, yang judulnya Hanamizuki - May Your Love Bloom a Hundred Years, disinilah aku saat ini.
Dengan mata berkaca-kaca mengingat apa yang telah terjadi hingga seminggu yang lalu.
Sempet kaget juga pas baca dan merasa bahwa situasi itu begitu mirip dengan apa yang kualami saat ini.
Astaga,, jujur aja film yang menohokku habis-habisan sambil seolah berkata,
"Sukurin lo,,kalo uda jodoh emang kagak kemana...!"
gitu,,sekarang makin memukulku hingga KO.
Terdiam aku merenungi segala yang telah terjadi.
Aku tahu, percuma saja menyesali dan meratapi keadaan.
Hanya saja, lewat tulisan ini aku berharap aku dapat menyampaikan ucapan syukurku,
ucapan terima kasihku, bahkan ucapan sesalku.
Berawal dari kebodohan yang kulakukan sewaktu aku benar-benar menyukai seseorang.
sewaktu perasaan yang begitu kunantikan itu datang dengan tiba-tiba.
Hanya karena ketidaksiapanku merasa tersakiti, karena ketidaksiapanku terluka lagi,
aku pun membalikkan tubuhku dan melukainya.
Mencoba untuk meniadakan perasaan itu.
Aku pun lari.
Aku melarikan diri dari perasaanku karena aku takut terluka.
Karena aku tidak mempercayainya.
Karena aku begitu yakin ia akan menyakitiku.
Karena aku tidak mau dikhianati oleh ekspektasiku sendiri.
Karena ternyata, aku begitu menyukai dia hingga aku sendiri tidak tahu apa yang tengah kulakukan.
Kusakiti dia, karena kukira dengan begitu aku melindungi perasaanku sendiri.
Kuusir dia, karena dengan begitu aku tidak perlu menghadapi kebodohanku.
Tapi kemudian aku tahu,
secara ajaib aku tahu bahwa ia pun menyukaiku.
Ketakutanku tidak terbukti!
akulah yang menyakiti diriku sendiri.
Bukan dia.
Tapi ketika kami menyadari semua itu,
Angin telah berubah arahnya.
Semua sudah terlambat dan tidak bisa diubah lagi.
Bertemu dengannya membuatku sadar bahwa aku begitu bodoh.
Hanya saja, entah mengapa di suatu sudut dalam hatiku aku tidak menyesali keadaan ini.
di suatu sudut dalam hatiku, aku mensyukuri keadaan ini.


Disadari atau tidak, akan ada kebahagiaan yang muncul dari perubahan manusia maupun kota.
tidak melulu kesedihan atau umpatan yang mengalir.
Untukku, aku sedang menikmati perubahanku.
Kota dalam diriku sedang membenahi dirinya.
mencoba mencari tempat-tempat nyaman lainnya,
karena tempat yang lama telah berubah.
Perubahan manusia itu seperti kota.

0 Comment:

Post a Comment